Nikmatnya Nasi Gandul, Kuliner Khas Kota Pati


PIJAT PATI - BERBICARA soal kuliner di Pati, rasanya sudah tak asing untuk menyebut nasi gandul, masyarakat Pati memanggilnya “sego gandul.” Ada beberapa versi mengenai asal-usul nama nasi gandul.

Ada yang mengatakan, cara penyajian nasi gandul menggunakan alas daun pisang, sehingga nasi tidak menempel pada piring. Posisi menggantung inilah dalam bahasa Jawa disebut “gemandul.” Versi lain menyebutkan, dulu nasi gandul dijual dengan cara dipikul sehingga dinamakan nasi gandul.

Lepas dari kontroversi nama, nasi yang disuguhkan bersama empal daging sapi termasuk jeroan, kuah santan, dan berbagai bumbu rajikan khas Nusantara ini menawarkan citarasa yang gurih dan enak. Biasanya, nasi gandul lebih enak jika disantap bersama pelengkap lain, seperti tempe goreng, perkedel, kerupuk, atau ragam gorengan lain. Tak hanya itu, potongan berbagai macam jeroan juga melengkapi gurihnya nasi gandul, misalnya lidah, paru, usus, babat, kikil, kulit, dan sebagainya.

 Untuk menikmati nasi gandul ini, Anda cukup merogoh kocek mulai dari Rp 7.500 hingga Rp 10.000, kecuali jika Anda menikmati nasi gandul di kota-kota besar, tentu harganya berbeda. Bagi Anda yang tidak suka menu hewani, warung-warung nasi gandul di Pati juga menyediakan telur, perkedel, dan tempe. Jika tidak menggunakan lauk berbahan daging, Anda hanya merogoh kocek tidak lebih dari Rp 5.000. Cukup terjangkau, bukan?

Selain citarasa yang menggoda dan harga relatif terjangkau, sajian nasi gandul tergolong unik. Pasalnya, untuk menyantap nasi gandul, Anda menggunakan sendok berbahan daun pisang, masyarakat Pati menyebutnya “suru.” Penggunaan “suru” ternyata menambah aroma dan kenikmatan nasi gandul. Meski demikian, penjual nasi gandul biasanya menyediakan sendok stainles untuk menyesuaikan selera pengunjung.

Untuk menemukan warung nasi gandul terbilang cukup mudah. Di sepanjang jalan di kota Pati biasanya terdapat warung nasi gandul. Namun ada beberapa warung yang biasa diserbu pengunjung, seperti warung nasi gandul di desa Gajahmati, dekat terminal Pati, dan berbagai warung yang membanjiri setiap pinggir jalan kota Pati. [LIS]

Ditulis oleh Lismanto, freelance copy-writer Kompas Jateng
Sumber : Harian KOMPAS Klasika Jawa Tengah-Yogyakarta